Dijawab Oleh : Ustadz Ahmad Ridwan, LC
Ustadz Ahmad Ridwan, LC
(Dewan Syariah YBM PLN dan Founder Komunitas Syamam)
Seperti yang disampaikan Ustadz Ahmad Ridwan, Dewan Syariah LAZIS PLN Kantor Pusat, zakat merupakan salah satu instrumen penting yang sangat ampuh untuk membangun kebangkitan peradaban umat Islam. Sebab, katanya, efek pemberdayaan zakat sudah terbukti sangat besar pengaruhnya terhadap pembangunan. "Oleh karena itu, umat Islam harus bisa memaksimalkan penghimpunan zakat untuk memajukan peradaban dengan berpijak pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Namun, kita sadari, menunaikan zakat dianggap sulit karena terbentur perilaku konsumtif dalam membelanjakan hartanya untuk keperluan pribadi," kata Ridwan saat mensosialisasikan pemotongan zakat penghasilan pegawai muslim PLN, beberapa waktu lalu.
Dikatakan Ridwan, zakat merupakan jembatan penghubung yang mempererat persaudaraan orang kaya dan kaum miskin untuk berjalan bersama dalam pembangunan. Dengan adanya hubungan yang erat dari keduanya, suatu peradaban dapat benar-benar dikatakan maju karena kemajuan itu dirasakan keduanya tanpa ada yang merasa terzhalimi. "Zakat itu salah satu instrumen penegak keadilan dan pengatur kesejahteraan umat. Dengan konsep memberikan sebagian rezeki yang didapat untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan, zakat ini merupakan instrumen ampuh dalam bidang ekonomi dan sosial," ujarnya.
Menurutnya, setiap muslim yang mengeluarkan zakat setidaknya memetik dua hal penting, yakni membangun kesholehan individu dengan strategi muroqobah seorang hamba dan Tuhannya. Serta menambah kecerdasan dan kesalehan sosial sebagai makhluk sosial yang berbagi peduli dengan lingkungan dan orang miskin. Dia mengatakan, jaman kegemilangan zakat terjadi pada saat Abu Bakar Shiddiq, Umar Bin Khottab dan Umar bin Abdul Aziz. Dia menceritakan, pada masanya, Abu Bakar Shiddiq pernah mengatakan, "Demi Allah, aku akan memerangi siapapun yang memisahkan sholat dan zakat." Ketika itu, ada kabilah Abs dan Zubyan serta Kinanah, juga kabilah Gatafan dan Fazarah. Kabilah-kabilah itu bergabung dengan mengirimkan beberapa orang.
Mereka mengambil tempat tidak jauh dari Madinah, tapi orang-orang itu terbagi ke dalam dua kelompok, satu kelompok di Abraq sekitar Rabazah. Kelompok lainnya di Zul Qazzah, tempat terdekat dari Madinah di jalan menuju ke Najd. Para pemimpin kelompok itu kemudian mengutus delegasi untuk menemui orang-orang terkemuka di Madinah. Mereka meminta orang kepercayaan Abu Bakar untuk menyampaikan bahwa mereka akan menjalankan sholat tapi tidak memberikan zakat. Abu Bakar hanya menjawab," Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, akan kuperangi."
Tidak hanya zaman Abu Bakar, ketika kepemimpinan Umar Bin Khattab pun zakat mengalami masa gemilang. Dalam satu cerita, sahabat Muaz bin Jabal yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Yaman ditunjuk untuk menjadi ketua amil Zakat. Tahun pertama, Muaz bin Jabbal mengirimkan 1/3 dari surplus dana zakatnya ke pemerintah pusat. Namun, khalifah Umar mengembalikan kiriman itu untuk pengentasan kemiskinan di Yaman. Tahun kedua, Muaz menyerahkan 1/2 dari surplus zakatnya ke pemerintah pusat. "Dan tahun ketiga, Muaz menyerahkan seluruh dana pengumpulan zakat ke pemerintah pusat. Hal ini dilakukan karena di Yaman sudah tidak ada lagi orang yang mau menerima zakat dan disebut mustahik. Sehingga kebijakan pemerintah pusat saat itu mengalihkan distribusi dana zakat ke daerah lain yang masih miskin," ungkapnya.
Dalam suatu riwayat, lanjut Ridwan, sesuai kitab Sirah Umar bin Abdul Aziz hal 59, Ibnu Abdil mengatakan, Yahya bin Saiz merupakan seorang petugas zakat pada masa itu. Yahya ini pernah ,diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, Yahya pun bermaksud memberikan dana zakat itu kepada orang-orang miskin. Namun, dia tidak menjumpai seorang pun karena Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat berkecukupan, waktu itu. Akhirnya, Yahya pun memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya. "Saat itu, kemakmuran tidak hanya ada di Afrika, tapi juga merata diseluruh wilayah khalifah Islam, seperti Iraq dan Basrah. Mungkinkah pengelolaan zakat seperti pada masa Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khottob dan Umar bin Abdul Aziz dapat diwujudkan di negeri yang mayoritas muslim ini?", tanyanya.
Sejalan dengan itu, Ketua LAZIS PLN Kantor Pusat, Syamsurijal Munif mengatakan, manajemen PLN telah mengeluarkan kebijakan baru yakni pemotongan zakat penghasilan pegawai muslim PLN secara terpusat untuk disalurkan melalui LAZIS PLN Kantor Pusat. Dia mengatakan, porsi pemanfaatan dana zakat terpusat, 80% diantaranya akan disalurkan ke LAZIS unit PLN di daerah, dan sisanya akan digunakan untuk program pemberdayaan di LAZIS PLN Kantor Pusat.
"Saat ini, potensi zakat yang bisa dihimpun dari pegawai muslim PLN mencapai 90 milyar rupiah per tahun. Tapi yang baru bisa terhimpun hanya sekitar 10 milyar rupiah per tahun. Potensi yang cukup besar ini, memungkinkan LAZIS PLN dapat meningkatkan kecerdasan, kesehatan, dan kesejahteraan," katanya.